Beranda | Artikel
Berperang karena Cinta Tanah Air
Minggu, 19 Mei 2013

Dalam Islam diajarkan bahwa seseorang disebut melakukan jihad yang benar jika niatannya bukan disebut pemberani, bukan ingin disebut pahlawan, bukan ingin membela suku atau bangsa -dalam rangka cinta tanah air atau unsur nasionalisme yang dikedepankan-, tapi yang diperjuangkan adalah supaya kalimat Allah itu mulia, artinya supaya Islam itu jaya. Yang terakhir inilah yang disebut jihad yang shahih.

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً ، فَأَىُّ ذَلِكَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا ، فَهْوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »

Dari Abu Musa, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata, ada seseorang yang berperang (berjihad) untuk membela sukunya (tanah airnya); ada pula yang berperang supaya disebut pemberani (pahlawan); ada pula yang berperang dalam rangka riya’ (cari pujian), lalu manakah yang disebut jihad di jalan Allah? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Siapa yang berperang supaya kalimat Allah itu mulia (tinggi) itulah yang disebut jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari no. 7458 dan Muslim no. 1904).

Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menunjukkan niatan jihad yang benar apabila dilakukan ikhlas karena Allah, meraih ridho-Nya. Sedangkan jika seseorang berjihad untuk disebut pemberani atau pahlawan; untuk membela kaum, negeri atau tanah airnya; atau supaya ia tersohor di kalangan orang banyak, maka ini semua adalah niatan yang keliru. Karena setelah ditanya niatan seperti itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas beralih dengan mengatakan bahwa jihad itu untuk membela kalimat Allah, artinya untuk membela Islam.

Hadits di atas bermaksud menerangkan bahwa tidak ada beda antara kita dengan orang kafir jika maksud kita berjihad atau berperang hanyalah untuk membela tanah air. Karena niatan orang kafir pun demikian. Seorang muslim haruslah punya niatan untuk berperang untuk “membela Islam” dan bukan untuk membela tanah air. Karena kalau niatannya untuk membela tanah air, matinya tidaklah disebut mati syahid.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan,

“Jika niatan seseorang dalam berperang hanyalah untuk membela tanah air, maka itu adalah niatan yang keliru. Niat seperti itu sama sekali tidaklah bermanfaat. Tidak ada beda antara muslim dan kafir jika niatannya hanyalah untuk membela tanah air. Sedangkan hadits yang menyebutkan “hubbul wathon minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman)”, ini adalah hadits dusta, yang bukan berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Cinta tanah air jika yang dimaksud adalah cinta negeri Islam, maka itu disukai karena yang dibela adalah Islam. Namun sebenarnya tidak ada beda antara negerimu dan negeri Islam yang jauh, semua adalah negeri Islam yang wajib dibela.

Jadi patut diketahui niat yang benar ketika berperang adalah untuk membela Islam di negeri kita atau membela negeri kita yang termasuk negeri Islam, bukan sekedar membela tanah air.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 66).

Beliau mengatakan pula di halaman yang lain,

“Yang harus diperhatikan bahwa di berbagai media banyak yang berkoar ketika berjihad (berperang) dengan menuliskan ‘ayo bela tanah air kita, ayo bela tanah air!’ Ini bukan Islam yang dibela. Ini sungguh kekurangan yang besar. Harusnya umat Islam diarahkan ke jalan yang benar ketika ingin berjihad.” (Idem, hal. 69).

Faedah lain dari hadits ini diterangkan oleh Syaikh Musthofa Al Bugho hafizhohullah, “Yang disebut keutamaan jihad di jalan Allah adalah jika Islam yang dibela. Akan tetapi hal ini tidaklah menghalangi untuk tetap memandikan orang yang mati di medan perang dan dianggap sebagai syahid sehingga ketika matinya tidak mandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, namun langsung dikuburkan. Sedangkan niatan yang benar atau keliru dari orang yang mati tersebut, semuanya diserahkan pada Allah.” (Nuzhatul Muttaqin, hal. 16).

Hadits ini pun menunjukkan hendaklah amalan mulia seperti jihad dimulai dengan ilmu terlebih dahulu. Karena sahabat yang bertanya tidaklah pergi berjihad sampai ia bertanya manakah niatan yang benar dalam jihad. Lihat Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali, hal. 36.

Semoga niatan kita dalam beramal dan berjihad nantinya hanyalah untuk Allah, terkhusus jihad kita hanya untuk membela Islam.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

 

Referensi:

Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhish Sholihin, Dr. Musthofa Al Bugho, dll, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H.

@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 10 Rajab 1434 H

www.rumaysho.com

 

Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat


Artikel asli: https://rumaysho.com/3363-berperang-karena-cinta-tanah-air.html